Oleh : Ust. Felix Y Siauw
01. cinta seringkali datang dari hal-hal sederhana bukan mewah | seperti kaus kaki yang kau kenakan saat gerimis di tengah sawah
02. saat engkau tunjukkan pekerti yang memikat hati | cerminkan kehormatan diri dan taatmu jadi jaminan hari nanti
03. walau jilbabmu terbasah lumpur yang menggenang | jangan tanya kaus kaki yang kotor bukan kepalang
04. namun engkau tetap tenang tak bergeming | memikirkan taatmu pada siapa? itu yang buat merinding
05. tanpa kusadari ada rasa haru menelisik masuk | romantisme manapun tidak ada saingan bagi takjub yang merasuk
06. namamu pun aku tak tahu, tapi yang tersebut justru nama Tuhan-mu | "subhanAllah yang telah menciptakan Muslimah taat semisalmu"
07. karena taat pada Allah maka seorang Muslimah layak dinikahi | sebab mendidik anak yang menyembah Allah perlukan iman yang sejati
08. cinta itu membutakan, cinta karena Allah lebih tak peduli | urusan apa asal etnis dan kekayaan, bila sudah taat Allah apa lagi dicari?
09. kukirimkan sepucuk surat padamu, isinya permintaan pernikahan | karena Allah sudah menjaminmu, tiada kuperlukan pacaran
10. tak perlu lagi berkenalan, karena kauskaki kotor sudah jadi saksi | jika perintah Allah engkau dengarkan, begitu juga kelak pinta suami
11. engkau balas surat dengan kata "engkau belum mengenalku" | aku memang belum mengenalmu, tapi yang kutahu lebih dari cukup bagiku
12. pantang menyia-nyiakan Muslimah yang taat Allah | di rumah tangga kelak yang begini yang mengundang berkah
13. kaus kaki kotor berbicara lebih banyak daripada lisan | memberitahu lebih banyak dari kebohongan bertopeng pacaran
14. adakala kejujuran lebih mudah dilihat dari perbuatan | namun pacaran sudah pasti mensyaratkan kebohongan
15. kaus kaki memang tak bisa bicara, namun ia tiada berdusta | beda dengan pacaran yang katanya cinta, namun minta pemuas nafsu nista
16. ingatkah engkau tentang pasangan aktivis-pacaran yang menuding | bahwa pernikahan kita tak didahului pacaran karenanya tak langgeng?
17. tahun demi tahun tanganmu tetap kugenggam hingga hari ini | sementara yang berpacar tiada menikah dengan alasan itu dan ini
18. tidak salahlah aku memilihmu, berbekal telaah kaus kaki | hatimu mudah menerima nasihat, asalkan ada hadits dan ayat
19. tiada salah aku menunda kenikmatan masa muda | karena sekarangpun aku pun tak ingat lagi -dan tak peduli- pernah muda
20. sabar menanti yang halal akan berakhir satu saat nanti | namun nikmat bersama yang tak halal akan jadi penyesalan nanti
21. dulu aku berusaha jadi ksatria, tidak memenuhi kepalamu dengan janji | komitmenku adalah akad nikah, ucapan sayang masih banyak masa
22. sekarang akupun tetap ksatria, mencari bagimu hanya yang halal | berucap padamu hanya yang baik, dan mengajarmu hanya yang benar
23. dan ksatria itu adalah menikahi, atau sudahi | bukan memulai yang tak bisa diselesaikan dengan menikahi
24. jelas bukan ksatria yang mengucapkan cinta, sayang | sedang bertemu wali dan tentukan tanggal saja banyak alasan
25. bila betul niatmu mencintai karena Allah | maka menikah itu pahala bagimu, bila belum siap dan berpisah itupun pahala bagimu
26. didik dirimu dengan Al-Qur'an, latih dirimu bergerak dalam dakwah Islam | itu jaminan hari tua, engkau bersama dengan orang yang benar
27. hormati dirimu, muliakan kehormatanmu | berikan pada lelaki yang siap mengambilnya dengan menikahimu, bukan menjanjikan harapan palsu
28. tutupi auratmu, pakai kaus kakimu | karena lelaki baik akan menundukkan pandangan, karenanya akan melihat kebawah kakimu :D
SUMBER : KLIK DISINI
Satu kata cinta Bilal:
“Ahad!”
Dua kata cinta Sang Nabi:
“Selimuti aku…!”
Tiga kata cinta Ummu Sulaim
“Islammu, itulah maharku!”
Empat kata cinta Abu Bakr
“Ya Rasulullah, saya percaya…!”
Lima kata cinta ‘Umar
“Ya Rasulullah, izinkan kupenggal lehernya!”
*******
Selamat datang di jalan cinta para pejuang!
Dia sangat bersih, wajahnya berseri-seri,
bagus perawakannya, tidak merasa berat karena gemuk.
tidak bisa dicela karena kepalanya kecil, elok dan tampan,
dimatanya ada warna hitam, bulu matanya panjang,
lehernya jenjang, matanya jelita, memakai celak mata,
alisnya tipis, memanjang dan bersambung,
rambutnya hitam,
jika diam dia tampak berwibawa,
jika berbicara dia tampak menarik,
dia adalah orang yang paling elok dan menawan jika dilihat dari kejauhan,
tampan dan manis setelah mendekat.
::. Ummu Ma’bad Al Khuzaiyyah, tentang Rasulullah .::
bagus perawakannya, tidak merasa berat karena gemuk.
tidak bisa dicela karena kepalanya kecil, elok dan tampan,
dimatanya ada warna hitam, bulu matanya panjang,
lehernya jenjang, matanya jelita, memakai celak mata,
alisnya tipis, memanjang dan bersambung,
rambutnya hitam,
jika diam dia tampak berwibawa,
jika berbicara dia tampak menarik,
dia adalah orang yang paling elok dan menawan jika dilihat dari kejauhan,
tampan dan manis setelah mendekat.
::. Ummu Ma’bad Al Khuzaiyyah, tentang Rasulullah .::
“Ya Rasulullah,” Kata ‘Umar perlahan, “Aku mencintaimu seperti kucintai diriku sendiri.”
Beliau Salallahu’alaihi wa sallam tersenyum. “Tidak wahai ‘Umar. Engkau harus mencintaiku melebihi cintamu pada diri dan keluargamu.”
“Ya Rasulullah”, kata ‘Umar, “Mulai saat ini engkau lebih kucintai daripada apapun di dunia ini,”
“Nah, begitulah wahai ‘Umar.”
selalu tersenyum-senyum sendiri jika membaca petikan percakapan ini,
kenapa?…
ya karena ‘Umar yang terkenal akan perawakannya yang besar, pembawaannya yang kokoh dan tegap, karakternya yang keras, begitu dengan mudahnya menggeser pilihan-pilihan tentang siapa yang seharusnya mendominasi cintanya. Bagaimana ‘Umar menyederhanakan kerja cintanya begitu luar biasa.
“Karena ‘Umar memahami-” tulis Salim A fillah “-Cinta adalah kata kerja-adalah persoalan berusaha untuk mencintai. bahwa cinta bukanlah gejolak hati yang datang sendiri melihat paras ayu atau jenggot rapi. Bahwa, sebagaimana cinta kepada Allah yang tak serta merta mengisi hati kita, setiap cinta memang harus diupayakan. Dengan kerja, dengan pengorbanan, dengan air mata, dan bahkan darah.”
“Di jalan cinta para pejuang, biarkan cinta berhenti di titik ketaatan.. Meloncati rasa suka dan tidak suka.. Melampaui batas cinta dan benci.. Karena hikmah sejati tak selalu terungkap di awal pagi.. Karena seringkali kebodohan merabunkan kesan sesaat.. Maka taat adalah prioritas yang kadang membuat perasaan-perasaan terkibas..
Tapi yakinlah, di jalan cinta para pejuang, Alloh lebih tahu tentang kita..”
di sana, ada cita dan tujuan
yang membuatmu menatap jauh ke depan
di kala malam begitu pekat
dan mata sebaiknya dipejam saja
cintamu masih lincah melesat
jauh melampaui ruang dan masa
kelananya menjejakkan mimpi-mimpi
yang membuatmu menatap jauh ke depan
di kala malam begitu pekat
dan mata sebaiknya dipejam saja
cintamu masih lincah melesat
jauh melampaui ruang dan masa
kelananya menjejakkan mimpi-mimpi
lalu disengaja malam terakhir
engkau terjaga, sadar, dan memilih menyalakan lampu
melanjutkan mimpi indah yang belum selesai
dengan cita yang besar, tinggi, dan bening
dengan gairah untuk menerjemahkan cinta sebagai kerja
dengan nurani, tempatmu berkaca tiap kali
dan cinta yang selalu mendengarkan suara hati
teruslah melanglang di jalan cinta para pejuang
menebar kebajikan, menghentikan kebiaaban, menyeru pada iman
walau duri merantaskan kaki,
walau kerikil mencacah telapak
sampai engkau lelah, sampai engkau payah
sampai keringat dan darah tumpah
tetapi yakinlah, bidadarimu akan tetap tersenyum
di jalan cinta para pejuang
Aku percaya.
Maka aku akan melihat keajaiban
Iman adalah mata yang terbuka
Mendahului datangnya cahaya
Yang aku tahu, Allah bersamaku.
Nuh yang bersipayah membuat kapal di puncak bukit tentu saja harus menahan geram ketika dia ditertawai, diganggu, dan dirusuh oleh kaumnya. Tetapi, sesudah hampir 500 tahun mengemban risalah dengan pengikut yang nyaris tak bertambah, Nuh berkata bijak, dengan cinta, “Kelak kami akan menertawai kalian sebagaimana kalian kini menertawai kami.”
Ya. Nuh belum tahu bahwa kemudian banjir akan tumpah. Tercurah dari celah langit, terpancar dari rekah bumi. Air meluap dari tungkunya orang membuat roti dan mengepung setinggi gunung. Nuh belum tahu. Yang ia tahu adalah ia diperintahkan membina kapalnya. Yang ia tahu adalah ketika dia laksanakan perintah Rabbnya, maka Allah akan bersamanya. Dan alangkah cukup itu baginya. ‘Alaihis Salaam..
Ibrahim yang bermimpi, dia juga tak pernah tahu apa yang akan terjadi saat ia benar-benar menyembelih putera tercinta. Anak itu, yang lama dirindukannya, yang dia nanti dengan harap dan mata gerimis di tiap doa, tiba-tiba dititahkan untuk dipisahkan dari dirinya. Dulu ketika lahir dia dipisah dengan ditinggal di lembah Bakkah yang tak bertanaman, tak berhewan, tak bertuan. Kini Isma’il harus dibunuh. Bukan oleh orang lain. Tapi oleh tangannya sendiri.
Dibaringkanlah sang putera yang pasrah dalam taqwa. Dan ayah mana yang sanggup membuka mata ketika harus mengayau leher sang putera dengan pisau? Ayah mana yang sanggup mengalirkan darah di bawah kepala yang biasa dibelainya sambil tetap menatap wajah? Tidak. Ibrahim terpejam. Dan ia melakukannya! Ia melakukannya meski belum tahu bahwa seekor domba besar akan menggantikan sang korban. Yang diketahuinya saat itu bahwa dia diperintah Tuhannya. Yang ia tahu adalah ketika dia laksanakan perintah Rabbnya, maka Allah bersamanya. Dan alangkah cukup itu baginya. ‘Alaihis Salaam..
Musa juga menemui jalan buntu, terantuk Laut Merah dalam kejaran Fir’aun. Bani Israil yang dipimpinnya sudah riuh tercekam panik. “Kita pasti tersusul! Kita pasti tersusul!”, kata mereka. “Tidak!”, seru Musa. “Sekali-kali tidak akan tersusul! Sesungguhnya Rabbku bersamaku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” Petunjuk itu pun datang. Musa diperintahkan memukulkan tongkatnya ke laut. Nalar tanpa iman berkata, “Apa gunanya? Lebih baik dipukulkan ke kepala Fir’aun!” Ya, bahkan Musa pun belum tahu bahwa lautan akan terbelah kemudian. Yang dia tahu Allah bersamanya. Dan itu cukup baginya. ‘Alaihis Salaam..
Merekalah para guru sejati. Yang kisahnya membuat punggung kita tegak, dada kita lapang, dan hati berseri-seri. Yang keteguhannya memancar menerangi. Yang keagungannya lahir dari iman yang kukuh, bergerun mengatasi gejolak hati dan nafsu diri. Di jalan cinta para pejuang, iman melahirkan keajaiban. Lalu keajaiban menguatkan iman. Semua itu terasa lebih indah karena terjadi dalam kejutan-kejutan. Yang kita tahu hanyalah, “Allah bersamaku, Ia akan memberi petunjuk kepadaku.”
Nuh belum tahu bahwa banjir nantinya akan tumpah
ketika di gunung ia menggalang kapal dan ditertawai
Ibrahim belum tahu bahwa akan tercawis domba
ketika pisau nyaris memapas buah hatinya
Musa belum tahu bahwa lautan kan terbelah
Saat ia diperintah memukulkan tongkat
Di Badar Muhammad berdoa, bahunya terguncang isak
“Andai pasukan ini kalah, Kau takkan lagi disembah!”
Aku belum tahu akankah hidupku ini rampung dengan indahnya
Tersungkur dalam sujud syukur ataukah taubat mengiba ampunan kala nanti waktu ku tiba,
Yang aku tahu, Allah perintahkan diri ini sempurnakan ikhtiar hingga ke batas nadir,
Yang aku tahu, Allah bersamaku…
Sumber : Salim A. Fillah dalam Buku Jalan Cinta Para Pejuang
Di bawah naungan langit biru dengan segala hiasannya yang indah
Di atas hamparan bumi dengan segala lukisannya yang terbentang
Masih ku dapatkan dan kurasakan Curahan rahmat dan nikmat
Di siang hari kulangkahkan kaki bersama ayunan langkah sahabtku
Di malam hari ku pejamkan mata bersama orang-orang yang kucintai
Seperti
juga siang dan malam
pertemuan
dan perpisahan
adalah
pasangan dalam kehidupan
bahagia
dan derita
adalah
dua sisi
dari
koin yang sama
yang
saling membutuhkan
***Selamat Jalan Sahabat***
Cinta tetaplah
cinta..
Ia ada.. hadir dalam
setiap jiwa..
Wanginya tak pernah
sirna, walau masa terus saja menghantarnya..
Sejarah mungkin saja
berulang, bahkan kini kita adalah bagian darinya..
Bagian dari sejarah..
bagian dari cinta..
Cinta memang
sejatinya memberi bahagia, maka jangan biarkan ada tangis lain untuknya..
Biarkan wanginya
semerbak, bak daun tertiup angin.. atau bau tanah yang diguyur hujan..
Ia ibarat embun di
rerumputan..
Bahkan laksana angin yang
menggiring awan, matahari yang kemudian membawa pelangi..
Begitulah cinta..
Tawanya.. senyumnya..
candanya.. aah.. mengagumkan..
Jikalau akhirnya
cinta membuatmu menangis
Maka bukan cinta yang
salah
Hanya saja kadang
cara kita yang salah menilai cinta
Cara kita yang salah
dengan ego kita
Cara kita
memperlakukannya
Cinta tetaplah cinta..
Bagaimanapun ia,
tetap saja indah..
Aku hanya pria biasa,
pria yang tak punya kuasa atas apa-apa..
Tapi.. akupun sama
seperti pria lainnya.. punya rasa.. punya suka..
Meski Cukup Di Hati
saja
Ku biarkan Yang Kuasa
Atasku
Yang kan mengatur
jalannya..
Hingga kelak Sabar
ini, penantian ini, masa ini.. kan berbuah manis.